Mengenai Saya

Foto saya
Saya salah seorang yang cukup concern thdp pendidikan, terutama pendidikan utk anak usia dini. Pendidikan S1 dan S2 PAUD UNJ saya telah banyak membantu dalam pengembangan dan pendalaman kajian AUD.

Rabu, 13 Juli 2011

Persiapan Bekerja di Luar Negeri

Ada beberapa orang di antara kita yang sangat nyaman bekerja atau mencari nafkah di negeri tercinta, namun beberapa lainnya sangat mendambakan agar dapat mencari rezeki di luar negeri. Keduanya dapat dipahami mengingat bahwa setiap individu memiliki pengharapan dan pertimbangan atas hidup dan masa depannya masing-masing. Saya adalah salah satu yang masih tetap cinta dan bangga terhadap negeri di mana saya pernah lahir, dibesarkan dan belajar tentang banyak hal. Namun saat ini, saya ditakdirkan Alloh untuk mencari pengalaman dan membuka salah satu pintu rezeki-Nya di negeri tetangga.

Atas beberapa pertimbangan tersebut, saya tertarik untuk berbagi pengalaman dengan Anda yang berminat untuk mencari kesempatan karier di luar negeri. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan sebagai bentuk persiapan:

1. Pastikan ada promotor, baik individu maupun lembaga/instansi/institusi yang menerima kita untuk bekerja di negara yang hendak dituju.

2. Promotor akan mengirimkan berita penerimaan kita sebagai tenaga kerja. Saat itu, pastikan bahwa perusahaan/instansi/individu tersebut eksis dan memiliki kejelasan dan kekuatan hukum. hal ini dapat dilakukan melalui penelusuran dengan internet atau media lainnya.

3. Setelah kita mendapat surat penerimaan, biasanya mereka akan menyertakan surat penawaran gaji, tunjangan, kontrak secara umum, atau hal lainnya yang terkait. Bersamaan dengan itu, mereka pun akan mengingatkan kita untuk segera membuat paspor dan visa. Perlu diingat bahwa ada beberapa perusahaan atau instansi yang akan menanggung visa kita, bahkan bersama keluarga, tetapi ada pula yang tidak. Biaya normal untuk pembuatan paspor sebesar Rp 250.000 dan selesai dalam 10 hari kerja (sabtu-minggu atau libur tdk dihitung). jika anda ingin segera selesai, biasanya ada agen/calo yang menawarkan jasanya. Harganya sangat bervariatif, Anda sebaiknya bertanya lebih dahulu kepada keluarga, tetangga, teman, atau orang yang pernah membuat paspor.

4. Jika mereka menanggung visa kita, mereka akan kirimkan calling visa kepada kita. setelah itu kita tindak lanjuti dengan membuat visa di kedutaan negara yang kita tuju berdasarkan calling visa yang kita terima. umumnya biaya pembuatan lebih murah dibandingkan kita membuat visa sendiri. Sama halnya dengan pembuatan paspor, pembuatan visa pun akan ada calo yang menawarkan jasanya pada Anda. Lagi-lagi saya ingatkan untuk berhati-hati dan tidak menunjukkan kesan bahwa kita sedang sangat butuh.

5. Setelah semua selesai, Anda dapat memesan ticket pesawat ke negara tujuan. ada baiknya Anda mencari harga promo, jika tidak tergesa-gesa tentunya. seraya menunggu keberangkatan, Anda dapat menyiapkan beberapa keperluan seperti pakaian yang dibutuhkan, obat-obatan, surat-surat penting atau yang diperlukan di saat keberangkatan atau setiba di tempat tujuan.

6. Uang merupakan salah satu yang tak kalah pentingnya. Anda dapat menyiapkan sejumlah uang yang sekiranya dapat memenuhi kebutuhan Anda selama 1 bulan lebih di negara tujuan. hal ini sebagai antisipasi jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. setidaknya Anda sudah menyisihkan uang untuk membeli tiket pulang ke Indonesia, jika ada hal terpahit yang akan terjadi. Oleh sebab itu, sebelum berangkat Anda dapat menukarkan uang Anda menjadi mata uang yang digunakan di negara tujuan. Selain itu, Anda juga tetap harus menyiapkan uang rupiah karena akan diperlukan saat keberangkatan.

7. Saat keberangkatan, sebaiknya berangkat jauh lebih awal dari jadwal penerbangan. Jika ini kali pertama ke luar negeri, Anda akan dipandu untuk menuju penerbangan. seperti cek paspor, mengisi form imigrasi, sampai menunggu saat boarding. Anda pun akan dikenakan biaya untuk tax airport sebesar Rp 150.000 per orang. dan jangan lupa untuk memperhatikan berat koper Anda, karena Anda akan dikenakan biaya tambahan (tergantung dari penerbangan). sebaiknya Anda membawa beberapa tas/koper tapi dengan berat yang proporsional, dibandingkan menggunakan 1 tas tapi hingga mencapai berat lebih dari 35 atau 40 kg.

Selamat berjuang..semoga ini bermanfaat. 

Kamis, 07 April 2011

Pembelajaran bagi Anak Usia Dini

A. Belajar dan Pembelajaran

Pada dasarnya belajar merupakan suatu hal yang alamiah terjadi pada diri manusia seperti halnya anak-anak. Di rumah, di tempat bermain, juga di sekolah, anak mengalami proses belajar. Terlebih ketika orang dewasa menyadari betul bahwa anak terutama di usia dini masih sangat senang melakukan kegiatan bermain, bereksplorasi dan berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Pada saat itulah sebetulnya mereka sedang mengalami proses belajar. Mereka mulai mengikuti aturan yang ada, mengikuti tingkah laku orang dewasa maupun teman-temannya, berusaha menjaga hubungan atau interaksi dengan teman sebayanya meskipun sesekali terjadi konflik, menyerap informasi baru, hingga memecahkan masalah sederhana.

Pengertian belajar diungkapkan oleh Wittaker yang dikutip Sumanto sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman (Sumanto, 1987: 67). Masih dalam buku yang sama, pendapat Wittaker tersebut hampir senada dengan yang dikemukakan oleh Cronbach bahwa belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktik dan latihan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, belajar dapat dimaknai sebagai suatu proses latihan untuk merubah tingkah laku seseorang.

Pendapat lain tentang belajar yang diungkapkan oleh Djamarah adalah proses usaha yang dilakukan individu, untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Djamarah, 2002:13). Hal yang menarik untuk dicermati dari pendapat ini adalah bahwa lingkungan mempunyai peran dalam proses belajar seseorang. Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan, terlihat bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sengaja, melalui interaksi dengan lingkungannya untuk mencapai tujuan tertentu sebagai hasil belajar.

Belajar dapat ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri anak. Namun hal ini juga memungkinkan munculnya dampak yang negatif bagi perkembangan anak sendiri. Ketika tidak ada pengendalian yang terarah secara positif dan berkelanjutan dari orang dewasa, maka anak dapat saja menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki pada hal-hal yang membahayakan atau merugikan diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, peran orang dewasa sangat penting bagi proses belajar anak terutama dalam mentransformasikan pengetahuan, keterampilan dan juga nilai-nilai.

Menyadari pentingnya peran dan pengkondisian lingkungan yang positif dalam mengarahkan terjadinya perubahan tingkah laku anak, maka selanjutnya perlu dibahas juga tentang proses pembelajaran terutama bagi anak usia dini. Istilah pembelajaran itu sendiri dapat dimaknai sebagai usaha sadar yang dilakukan dengan suatu perencanaan, terorganisir ataupun terkendali dan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada kondisi belajar internal yang timbul dari memori anak sebagai hasil dari belajar sebelumnya dan ada sejumlah kondisi eksternal ditinjau dari diri anak. Kondisi eksternal ini dapat berupa petunjuk verbal, petunjuk tertulis, skema pengorganisasian pikiran, praktik, pengulangan unjuk perbuatan dan pemberian contoh baik berupa objek, peristiwa maupun orang atau tauladan (Miarso, 2007:458).

Dalam kegiatan pembelajaran akan terjadi interaksi yang bermakna yang dilakukan anak dengan guru, anak dengan anak yang lain serta anak dengan lingkungannya. Kebermaknaan kegiatan pembelajaran akan terjadi bila langkah-langkah dan cara yang digunakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan mengarah pada tujuan yang hendak dicapai. Sehingga sistematikanya harus konseptual dan bersifat praksis. Dengan demikian, proses pembelajaran akan selalu terkait dengan aktivitas anak, media dan sumber belajar yang digunakan, metode yang tepat, langkah-langkah yang terarah, serta yang tak kalah pentingnya adalah materi yang hendak disampaikan atau yang harus dikuasai oleh anak.

B. Anak Usia Dini dan Cara Belajarnya

Setiap anak telah Tuhan ciptakan dengan beragam potensi yang berbeda-beda. Mereka adalah makhluk yang unik, yang satu sama lain tidak bisa disamaratakan ataupun dibanding-bandingkan. Setiap anak memiliki keunggulannya masing-masing yang perlu terus dikembangkan sehingga menjadi actual potency. Tanggung jawab orangtua dan guru adalah mengasuh dan mengarahkan mereka ke arah yang positif. Namun tentu saja hal ini tidak dapat terwujud jika orangtua maupun guru tidak mengetahui tentang proses maupun tahapan perkembangan yang berlangsung pada diri anak.

Perlu diingat pula bahwa berkembangnya potensi yang beragam pada diri manusia begitu juga anak, besar dipengaruhi oleh kemampuan fungsi otak yang berbeda dengan makhluk yang lain. Otak pada manusia ini di dalamnya terdapat syaraf-syaraf synaps yang terus bekerja sehingga mampu menyerap berbagai informasi yang ada di sekelilingnya. Selain itu pula, syaraf-syaraf synaps ini dapat terus berkembang dan mengolah berbagai hal sehingga berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan manusia itu pula, seperti halnya dalam bidang keilmuan ataupun seni dan budaya, yang pada akhirnya kemudian menjadi pembeda dari kehidupan makhluk yang lainnya.

Dengan mempelajari perkembangan anak, orangtua dan guru akan mengetahui bahwa anak adalah makhluk yang lemah, anak-anak membutuhkan bantuan dari orang dewasa dalam mendapatkan stimulus, pembelajaran dan pendidikan dalam sebuah proses yang bersistem dan berkesinambungan. Namun mereka juga adalah individu yang memiliki pola perkembangan dan kebutuhan tertentu yang berbeda dengan orang dewasa, sehingga mereka tidak bisa diperlakukan selayaknya orang dewasa yang berbentuk mini.

Di samping membutuhkan bantuan dari orang dewasa, anak-anak juga membutuhkan orang-orang di sekitarnya termasuk dengan anak-anak yang seusianya. Tentunya mereka pun bisa belajar dalam beberapa hal dari lingkungannya. Termasuk di dalamnya adalah berbagai hal yang didapatnya melalui berbagai media maupun alat permainan yang sudah serba canggih. Mereka perlu untuk bersosialisasi, berinteraksi, dan berkomunikasi dengan orang lain, karena anak adalah makhluk sosial. Meskipun di usia kanak-kanak ini juga dipengaruhi oleh cara berpikir dan bersosialisasinya yang masih dalam tahap Ego Sentris di mana semua hal selalu dilihat dari sudut pandangnya saja.

Anak-anak di usia dini terutama di usia prasekolah (3-5 tahun) mulai menunjukkan keberadaannya sebagai anggota kelompok. Banyak orangtua yang menganggap bahwa masa ini adalah masa sulit bagi mereka dalam menghadapi anak yang biasa dikenal juga dengan masa Trozt Altor 1 atau sebagai periode pembangkangan anak terhadap orang dewasa seperti orangtua maupun guru. Namun pada rentang usia ini juga dikenal dengan adanya periode keemasan. Di mana mereka mampu menyerap berbagai informasi dan stimulus yang ada di lingkungan mereka dengan optimal. Begitu banyak kesempatan yang dapat dialami anak untuk mencapai perkembangan tertingginya, terutama pada perkembangan otaknya. Windows of Opportunity akan terbuka luas bagi anak di periode tersebut. Otak anak terus menuntut untuk mendapatkan stimulus dari lingkungan. Neuron-neuron pada otak juga terus bekerja dan saling berkaitan satu sama lain atau yang biasa kita sebut sebagai Neural Network. Di mana berbagai masukan seperti halnya bahasa, musik, kognitif, nilai-nilai, dan sebagainya akan diserap dengan cepat.

Periode keemasan juga merupakan periode berkembang dan mulai teraktualisasikannya seluruh potensi yang ada pada diri anak, termasuk di dalamnya adalah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif seorang anak menunjukkan perkembangan cara berpikirnya terhadap sesuatu. Pendapat Bloom seperti yang dikutip Hadisubrata menyatakan bahwa anak usia 4 tahun mengalami perkembangan intelegensi hingga 50% dari variasi orang dewasa (Hadisubrata, 1989:17). Oleh karena itu, pada rentang usia 4-5 tahun merupakan saat yang paling tepat bagi guru dan orangtua untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak dengan berbagai stimulasi.

Perkembangan juga dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Apabila anak sudah menunjukan masa peka (kematangan) untuk berhitung maka orangtua dan guru di TK harus tanggap untuk segera memberikan layanan dan bimbingan sehingga kebutuhan anak dapat dipenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya menuju perkembangan kemampuan berhitung yang optimal. Rasa ingin tahunya yang tinggi akan tersalurkan bila mendapat stimulasi yang sesuai dengan tugas perkembanganya. Anak-anak akan lebih berhasil mempelajari sesuatu apabila yang ia pelajari sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuanya.

Melalui penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa perkembangan anak terjadi akibat interaksi antara potensi yang dimilikinya dengan lingkungan di sekitar mereka. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh William Stern bahwa, perilaku yang ditunjukkan anak merupakan hasil interaksi antara potensi bawaan yang dimiliki anak dengan lingkungannya. Melalui interaksi dengan lingkungannya anak dapat belajar akan banyak hal. Bahkan seringkali merekapun sudah bisa berpikir hipotesis secara sederhana. Sebagai contoh ketika anak melihat ada api di dekatnya, ia akan berpikir “Apabila saya mendekati api, maka saya akan terbakar.” Cara berpikirnya ini tentu tidak serta merta muncul dengan sendirinya, melainkan karena ada banyak yang menjadi masukan ataupun sumber pengetahuan baginya. Dari kemampuan hipotesis sederhananya inilah yang kemudian mempengaruhi perilaku mereka.

Selain dari itu, anak juga sudah dibekali dengan kemampuan antisipasi, artinya secara bertahap merekapun akan belajar memperkirakan dan mengambil langkah yang tepat dalam mengambil tindakan, atau pada saat melakukan aktivitas. Hal ini yang kemudian mengembangkan kemampuan foresight pada anak di mana mereka pada akhirnya dapat menemukan kemampuannya sendiri yang kelak akan berguna bagi kehidupan pribadi dan sosialnya. Karena disadari atau tidak, manusia akan selalu berada pada kehidupannya sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosialnya sebagai dua kutub eksistensi psikologis. Sebab perlu disadari bahwa manusia tidak semata-mata sebagai makhluk sosial tetapi juga berjuang untuk menjadi individu/seseorang yang diakui yang berbeda dengan yang lain.

Banyak ahli meyakini bahwa proses pembelajaran bagi anak usia dini seperti halnya di TK sangat berbeda dengan anak pada tahapan SD kelas tinggi, SMP maupun SMU. Pada satu sisi mereka perlu dibimbing, diarahkan dan tidak jarang harus dikendalikan ketika kondisi belajar sudah cukup ‘lepas kendali’. Namun di sisi lain, mereka juga sebaiknya diberi kesempatan yang luas untuk bereksplorasi, melakukan pengamatan secara langsung, menemukan jawaban atas persoalan yang ada, bekerja, ataupun menguji suatu konsep yang menantang baginya. Dengan demikian, guru sebagai ujung tombak dalam proses pembelajaran hendaknya senantiasa menyiapkan materi yang appropriate atau berkesesuaian dengan usia dan kematangan anak. Selain itu, metode pembelajaran yang digunakan juga perlu divariasikan agar dapat menghindari terjadinya kejenuhan pada anak. Bermain menjadi salah satu cara yang tepat dalam melaksanakan pembelajaran pada anak usia dini. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penyediaan media-media kongkrit yang bermakna bagi anak, di mana mereka dapat memanipulasikannya secara langsung. Ini beralasan mengingat pada usia 2-7 tahun menurut Piaget anak-anak masih dalam tahap praoperasional kongkrit.

Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan bersama anak dalam pembelajaran di antaranya adalah bernyanyi, bercerita, menari, bermain tebak-tebakan, melakukan aktivitas motorik, bermain alat musik buatan, membuat pola tepuk, bercocok tanam, memasak, field trip, bermain air dan pasir atau mengajak mereka bermain drama. Selain itu, penting juga sesekali mereka diajak untuk melakukan kegiatan untuk relaksasi atau penenangan seperti mendengarkan musik, menonton TV, membaca, atau menonton sebuah pertunjukkan sederhana di sekolah seperti badut, topeng monyet, sulap atau yang lainnya.

Berdasarkan pemaparan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran untuk anak usia dini perlu memperhatikan beberapa hal berikut:

1. Pembelajaran hendaknya menyenangkan, dapat memberi kesan positif dan bermakna bagi anak.

2. Guru hendaknya memvariasikan kegiatan dan proses pembelajaran sehingga tidak menjenuhkan dan bersifat monoton bagi anak.

3. Proses pembelajaran perlu memperhatikan kebutuhan dan tingkat kematangan anak, bertahap, sehingga berkesesuaian dengan perkembangan masing-masing anak.

4. Anak akan lebih menikmati kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan benda-benda kongkrit atau lingkungan yang berkesesuaian dengan keseharian mereka.

5. Memberi kesempatan yang luas pada anak untuk aktif, eksploratif, dan menemukan jawaban atas masalah yang dihadapi secara mandiri dan kelompok akan menciptakan pembelajaran yang efektif dan optimal.

6. Pembelajaran juga hendaknya mengarah pada semua ranah kemampuan, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik secara komprehensif dan berkelanjutan.

7. Bagi anak usia dini, pembelajaran akan lebih dirasakan manfaatnya secara menyeluruh dengan mengintegrasikan semua aspek kemampuan yang ada. sehingga diharapkan dapat menyeimbangkan kedua belahan otak kanan dan kiri anak.


Media Pembelajaran u/ AUD

A. Pengertian Media Pembelajaran

Istilah media yang merupakan bentuk jamak dari medium secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Association for Education Communications and Technology atau AECT yang dikutip oleh Sadiman mengartikan media sebagai segala bentuk dan saluran untuk proses transmisi informasi. Pesan yang ingin disampaikan dari pendapat tersebut adalah mengindikasikan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan manusia dan yang digunakannya sehingga dapat menyampaikan informasi yang diinginkan, dapat dikatakan sebagai media (2008:6).

Pendapat AECT di atas adalah suatu pengertian yang sangat umum. Kata segala memberi makna yang sangat luas atau tidak terbatas pada jenis media tertentu. Oleh sebab itu Sadiman mencoba melihat keterkaitan antara media dengan pendidikan. Ia berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Istilah pembelajaran itu sendiri dapat dimaknai sebagai usaha sadar yang dilakukan dengan suatu perencanaan, terorganisir ataupun terkendali dan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada kondisi belajar internal yang timbul dari memori anak sebagai hasil dari belajar sebelumnya dan ada sejumlah kondisi eksternal ditinjau dari diri anak. Kondisi eksternal ini dapat berupa petunjuk verbal, skema pengorganisasian pikiran, praktik, pengulangan unjuk perbuatan dan pemberian contoh baik berupa objek, peristiwa maupun orang/tauladan (2008: 7-8). Dalam usaha mengatur kondisi eksternal ini diperlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh indera. Dengan kata lain, peranan media yang mampu menyajikan berbagai macam rangsangan sangat diperlukan untuk terjadinya tindak belajar.

Pendapat di atas sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Miarso bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa (2007:458). Artinya bahwa dengan adanya pengkondisian lingkungan yang dalam hal ini adalah penyediaan media yang mendukung dan bertujuan, dapat mengembangkan keterampilan eksploratif, imajinatif, dan kreativitas anak.

B. Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran

Pendidikan merupakan suatu proses kegiatan yang dapat diarahkan kepada pembentukan manusia yang diharapkan oleh masyarakat. Secara praktis proses pencapaian tujuan itu melalui suatu proses pembelajaran yang direncanakan oleh guru. Dengan kata lain, guru hendaknya menyediakan suatu lingkungan pembelajaran yang serasi dengan usaha pencapaian tujuan pendidikan. Dari lingkungan inilah, guru dapat mengoptimalkannya dalam menyediakan berbagai media sehingga membantu dalam proses pembelajaran.

Media pembelajaran sebagai suatu media yang menjembatani antara guru dengan siswa dalam pembelajaran. Maka dapat dipahami bahwa tujuan pembelajaran sangat penting bagi media pembelajaran dalam hal: (1) tujuan pembelajaran menentukan arah yang hendak dicapai oleh media pembelajaran, (2) tujuan pembelajaran menentukan alat/media pembelajaran yang akan digunakan, (3) tujuan pembelajaran menentukan teknik penilaian terhadap penggunaan media pembelajaran (Hamalik, 1994:25).

Oleh sebab itu tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas, terarah, sistematis, dan terperinci. Dengan demikian dapat diharapkan manfaat yang maksimal dari tujuan itu terhadap tujuan media pembelajaran yang hendak dicapai, atau dengan kata lain ada keterkaitan yang erat antara keduanya.

Miarso memberikan pemahaman tentang tujuan pengembangan media sebagai suatu usaha dalam memberikan motivasi ataupun dorongan belajar pada diri peserta didik secara sadar atau tak sadar sehingga dapat mempengaruhi proses belajar (Miarso:459). Media banyak memberikan dampak positif bagi anak, baik yang berkaitan dengan proses pembelajaran ataupun yang berkenaan dengan proses berkembangnya otoaktivitas anak. Hal ini juga tentunya akan memberikan kemudahan bagi guru untuk membawa anak lebih menikmati pengembangan materi yang diberikan atau kegiatan belajar yang sedang dilakukan.

C. Jenis-jenis Media Pembelajaran untuk Anak Usia Dini

Media yang bervariasi sangat mempengaruhi kreativitas dan kecepatan pemahaman anak terhadap konsep pembelajaran. Guru dapat menyeleksi media-media yang mudah didapatkan, aman, dan dapat digunakan dengan berbagai cara yang berbeda. Penyediaan media tidak selamanya harus dengan harga yang mahal, cukup dengan model yang sederhana dan biasa ditemukan oleh anak dalam kesehariannya.

Ada beberapa kategori dalam mengklasifikasikan jenis-jenis media pembelajaran untuk anak usia dini yang bisa dikembangkan sesuai dengan tahapan pemahaman anak. Seperti diungkapkan oleh Lorton dalam SetioWargo, kategori media pembelajaran yang dapat digunakan pada anak usia dini terdiri dari tiga tahapan, pertama media manipulatif (media kongkrit), berikutnya media pictorial (semi kongkrit), dan terakhir adalah media symbolic (simbol-simbol).

1. Media manipulatif

adalah segala benda yang dapat dilihat, disentuh, didengar, dirasakan, dan dimanipulasikan. Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang bisa dan biasa ditemukan anak dalam kesehariannya dapat dijadikan media pembelajaran yang lebih kontekstual. Seperti contoh penggunaan kancing, gelas plastik, bola kecil, kaleng, kardus, karet gelang, tutup botol, dan masih banyak lagi.

2. Berikutnya adalah media pictorial.

Dapat diartikan bahwa media-media ini adalah ilustrasi dari media yang sebenarnya, biasanya diimplementasikan dalam bentuk gambar-gambar. Alasan yang mendasari penyediaan media-media ini adalah perkembangan pemahaman anak yang mulai memasuki masa transisi dari praoperasional menuju operasional kongkrit.

3. Media Symbolic

Tahapan penggunaan media yang terakhir adalah dengan media symbolic. Ini diberikan pada anak yang sudah memiliki tingkat pemahaman yang cukup matang. Media-media ini sudah tidak lagi menggunakan benda-benda ataupun gambar, melainkan dengan rumus-rumus, grafik, ataupun lambang operasional.

Ketiga kategori ini didasarkan pada pemahaman akan keunikan tiap-tiap anak, kebutuhan dan kecepatan anak yang sangat bervariasi dalam menerima pembelajaran. Namun yang terpenting adalah kejelian guru dalam mengikuti prosedur kelayakan sebuah media untuk diberikan kepada anak, yaitu dengan memperhatikan beberapa syarat berikut: (a) Media didisain sesuai dengan perkembangan anak, (b) mudah terjangkau dan ekonomis, atau yang biasa ditemui anak sehari-hari, (c) dapat memberi kesenangan dan aman bagi anak, (d) praktis dan multiguna, satu media dapat digunakan dalam beberapa pengembangan kemampuan, (e) sederhana namun dapat memberikan makna pada anak (Charlesworth:26).

Dari teori tersebut di atas, jelas terlihat bahwa dalam melaksanakan pembelajaran di TK, guru perlu menyediakan media-media yang manipulatif. Media tersebut sepatutnya disesuaikan dengan tingkat kesiapan atau kematangan anak pada rentang usianya, dapat dimanipulasikan dan bervariasi sehingga menyenangkan dan memberi kepuasan bagi anak. Menyediakan media juga tidak harus dengan biaya yang mahal, guru-guru maupun orangtua dapat memperolehnya dari benda-benda di sekitar lingkungan anak. Meskipun demikian, media harus tetap diperhatikan hiegenitasnya, sehingga tidak membawa penyakit pada anak serta tidak berbahaya bagi mereka. Bukan benda yang tajam, tidak mengandung unsur api, serta tidak beracun. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam meyediakan media-media tersebut adalah bukan hanya tampilan yang menarik yang diutamakan, melainkan kebermaknaan yang dapat diperoleh anak terutama dalam hal peningkatan kemampuan mereka.

Minggu, 03 April 2011

Pembelajaran Sains utk AUD

A. Konsep-konsep Dasar Sains

1. Pengertian Sains Permulaan

Menurut istilah secara umum, Sains adalah proses pengamatan, berpikir, dan merefleksikan aksi dan kejadian/peristiwa. Sains merupakan cara kita berpikir dan melihat dunia sekitar kita. Ini adalah salah satu cabang ilmu atau subjek bahasan yang mengkaji fakta-fakta/kenyataan yang terkait dengan fenomena alam. Pengkajian ini pun perlu dilakukan secara berkelanjutan (Isaac Asimov, 1995). Sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Kilmer dan Hofman (1995:60) bahwa Sains merupakan pengetahuan tentang fenomena-fenomena tertentu,…proses yang digunakan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi,…dan sebagai bentuk adaptasi manusia pada lingkungan.

Pendapat di atas senada dengan pemahaman tentang sains yang disampaikan oleh Brewer yang mengatakan bahwa sains adalah semua yang ada/nampak di sekitar kita, terjadi di mana kita berada. Sains pada anak-anak usia dini dapat diartikan sebagai hal-hal yang menstimulus mereka untuk meningkatkan rasa ingin tahu, minat dan pemecahan masalah, sehingga memunculkan pemikiran dan perbuatan seperti mengobservasi, berpikir, dan mengaitkan antar konsep atau peristiwa.

Ada beberapa kriteria yang perlu dipahami ketika pembelajaran sains diterapkan pada anak, setidaknya hal ini berlaku pada anak usia 3-8 tahun (Kilmer & Hofman, 1995:62). Berikut adalah kriteria dalam menerjemahkan definisi sains:

No

Boleh Dilakukan

Tidak Boleh Dilakukan

1

Berpartisipasi secara aktif

Menghafal banyak fakta

2

Memanipulasi benda-benda dan bahan-bahan di sekitarnya

Mengamati guru yang melakukan banyak demonstrasi dan menggunakan benda-benda

3

Menyelidiki fenomena yang terjadi

Mempelajari isi yang tidak ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan atau pengalaman anak

4

Merefleksikan pada pertanyaan yang memungkinkan banyak jawaban

Dibatasi oleh pertanyaan dari guru yang mengerucut pada 1 jawaban atau dengan memberitahu apa yang diharapkan

5

Mengamati hasil dari kegiatan mereka sendiri

Kurangnya kesempatan untuk mengamati hasil kegiatannya sendiri

6

Mengalami sendiri kegiatan yang terencana dan spontanitas

Mengalami sains sebatas aktivitas yang direncanakan guru

7

Menyelidiki dan bekerja secara individu maupun kelompok kecil

Ikut serta dalam kegiatan sains hanya dalam kelompok besar

8

Menyelidiki berbagai konsep dasar

Mempelajari hanya 1 atau 2 konsep

9

Mengeksplorasi berbagai macam isi kehidupan, bumi, dan pengetahuan fisik

Mempelajari isi yang terbatas

10

Menguji pengetahuan dan keterampilan mereka dengan berbagai cara

Menguji pengetahuan dan keterampilan mereka hanya melalui tes tertulis

2. Aspek-aspek Kemampuan Sains Permulaan

Untuk menentukan aspek-aspek kemampuan dalam sains maka perlu diketahui dahulu proses ilmiah yang menjadi dasar dalam pembelajaran sains. Proses ilmiah adalah sebuah siklus pembentukan hipotesa, pengumpulan data, memperkuat atau menolak hipotesa, membuat kesimpulan, lalu mengulangi siklusnya. Kemampuan dasar yang digunakan dalam proses ilmiah meliputi: mengamati (observing), mengklasifikasikan (classifying), membandingkan (comparing), mengukur (measuring), mengomunikasikan (communicating), mencoba (experimenting), menghubungkan, menyimpulkan, dan menerapkan (relating, inferring, and applying). Rohan Abdullah (2001:76) mengemukakan secara jelas aspek-aspek yang ada dalam sains permulaan atau pada anak-anak prasekolah, yaitu: observasi, klasifikasi, mengukur, estimasi, eksperimen, dan komunikasi.

3. Aktivitas Pembelajaran Sains Permulaan

B. Realitas Pembelajaran Sains di Satuan PAUD

Sains pada pendidikan anak usia dini, dapat mendorong anak untuk mengeksplorasi lingkungan dan merefleksikannya dengan melakukan pengamatan dan penemuan. Idealnya, sains bukan waktu yang dipisahkan dari pengalaman-pengalaman lain. Ini merupakan bagian dari pendekatan terus menerus yang terintegrasi, di mana anak-anak berpikir dan membangun pengertian dasar tentang dunia. Secara sederhana anak sudah mampu membuat hipotesa berdasarkan data yang dikumpulkannya. Mereka dapat memperkirakan dan memperbaiki perkiraannya tersebut hingga akhirnya dapat menarik kesimpulkan melalui percobaan, ataupun mengoperasikan data secara sederhana.

Banyak guru mengatakan bahwa mereka merasa kurang siap mengajar sains dibandingkan mata pelajaran atau bidang kemampuan yang lain. Hal ini terjadi dimungkinkan karena pemahaman yang salah pada guru yang menganggap bahwa sains memerlukan bahan-bahan yang rumit dan merupakan pelajaran yang sulit dikuasai. Sebaiknya pandangan seperti ini berubah di kemudian waktu bahwa sains sebagai aktivitas eskplorasi dan penyelidikan, bukan mempelajari kenyataan/fakta yang lebih spesifik.

Pada dasarnya, sains bukan merupakan pendekatan yang ditentukan dari pengalaman, melainkan merupakan bagian dari sebuah pendekatan terpadu yang sedang berlangsung di mana anak berpikir dan membangun dasar pemahaman tentang dunianya. Sains dilakukan oleh manusia dan akan memberi manfaat kemanusiaan. Manusia yang proaktif menguasai sains akan menjadi subjek, sedang manusia yang pasif atau hanya reaktif hanya menjadi objek dan konsumen dari produk-produk sains.

Sains adalah sesuatu yang nyata dan dekat, melekat pada diri kita, ada di sekitar kita, dan setiap saat kita tangkap dengan indera kita. Semuanya bisa kita baca, pahami dengan keindahan, asik dan menyenangkan. Bagi anak, sains adalah semua yang menakjubkan, sesuatu yang ditemukannya di alam, menarik, menstimulusnya untuk lebih mengetahui dan menyelidikinya, sebagai contoh ketika anak menangkap capung lalu memasukkannya ke dalam toples, memperhatikan perbedaan benda yang terapung dengan yang tenggelam, atau saat mereka bermain dengan magnit dan besi.