Mengenai Saya

Foto saya
Saya salah seorang yang cukup concern thdp pendidikan, terutama pendidikan utk anak usia dini. Pendidikan S1 dan S2 PAUD UNJ saya telah banyak membantu dalam pengembangan dan pendalaman kajian AUD.

Jumat, 21 Januari 2011

Hormatilah..

Hormatilah dia..karena dia adalah makhluk Tuhan yang harus terjaga kehormatannya
hormatilah dia..karena dia seseorang yang sudah memiliki buah hati yang kelak menjadi manusia terhormat
hormatilah dia..karena dia seorang insan dari pasangan hidup yang selalu berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarganya
hormatilah dia..karena ia terlahir dari orangtua yang selalu mendidik putra-putrinya tentang kehormatan
hormatilah dia..jika engkau menghormati keluarga dan orangtuamu
hormatilah dia..jika kau ingin menjadi orang yang dihormati
hormatilah dia..jika kita malu menjadi manusia yang tidak terhormat
hormatilah dia..dengan sikap dan tutur kata yang terhormat
hormatilah dia..dengan segenap penghormatan kepada sesama
hormatilah dia..di saat ada atau tiadanya orang lain di sekitarmu
hormatilah dia..jika kita takut akan azab Tuhan
hormatilah dia..karena dia layak untuk dihormati
hormatilah dia..dan hormatilah kehormatan pada dirimu..
karena keluarga yang terhormat dibangun dari orang-orang yang terhormat..

Senin, 10 Januari 2011

Hakikat Anak Sebagai Manusia

A. Penjenjangan Ciptaan Tuhan
Tuhan telah menciptakan bumi dan langit dengan segala isinya. Ada makhluk hidup dan ada pula benda mati. Batu, air, tanah, angin dan semua benda yang ada di bumi ini yang tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakkan disebut sebagai benda mati. Sementara makhluk hidup Tuhan ciptakan dalam tiga kelompok besar, yaitu tumbuhan, hewan, dan manusia.
Dalam kodratNya semua makhluk berada dalam kedudukannya masing-masing, mulai dari jenjang yang terendah hingga teratas. Di antara ketiga makhluk ciptaanNya, tumbuhan berada di kedudukan paling rendah setelah benda mati. Tumbuhan hanya sekedar dapat tumbuh serta berbuah atau berbunga, atau dengan kata lain tumbuhan pun dapat bereproduksi. Sedangkan hewan dan manusia sudah memiliki pengetahuan sehingga mereka sudah dapat membangun aktivitas di dalam kehidupannya sehari-hari. Hanya yang membedakan adalah bahwa pengetahuan yang dimiliki hewan hanya terbatas untuk mempertahankan jenis dan hidupnya saja. Manusia memiliki pengetahuan dan mampu mengembangkannya melalui berfikir, merasa, mengindera serta menalar. Sehingga manusia bukan hanya dapat berfikir shahih dan bersifat umum, melainkan juga memiliki kemampuan dalam menarik kesimpulan yang berupa ilmu pengetahuan.Oleh karena itu, manusia seringkali disebut sebagai makhluk yang sempurna yang bisa diharapkan sebagai pemimpin/khalifah di muka bumi ini. Sebagai Insan Kamil, manusia diberikan kedudukan paling tinggi dalam penjenjangan ciptaan Tuhan.

B. Hakikat Anak sebagai Manusia
Anak adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang lebih tinggi dari kedudukan harta dan benda, bahkan jauh lebih berharga di atas segala sesuatu yang kita miliki. Di dalam diri mereka telah melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Setiap anak telah Tuhan ciptakan dengan beragam potensi yang berbeda-beda. Mereka adalah makhluk yang unik, yang satu sama lain tidak bisa disamaratakan ataupun dibanding-bandingkan. Tanggung jawab orang tua adalah mengasuh dan mengarahkan mereka ke arah yang positif, dan bukan untuk menentukan pilihan masa depan mereka.
Anak adalah tunas berpotensi, generasi penerus yang merupakan variable (unsur yang ikut menentukan perubahan) dari kelangsungan hidup keluarga, masyarakat, bangsa, Negara dan agama. Oleh karena itu anak perlu dibekali dengan penghidupan dan pendidikan yang layak dan berkualitas. Sehingga mereka dapat tumbuh dengan sehat, berkembang secara optimal mental, sosial dan kepribadiannya.
Sebagai makhluk yang lemah, anak-anak membutuhkan bantuan dari orang dewasa dalam mendapatkan stimulus, pembelajaran dan pendidikan dalam sebuah proses yang bersistem dan berkesinambungan. Namun mereka juga adalah individu yang memiliki pola perkembangan dan kebutuhan tertentu yang berbeda dengan orang dewasa, sehingga mereka tidak bisa diperlakukan selayaknya orang dewasa yang berbentuk mini.
Di samping membutuhkan bantuan dari orang dewasa, anak-anak juga membutuhkan orang-orang di sekitarnya termasuk dengan anak-anak yang seusianya. Mereka perlu untuk bersosialisasi, berinteraksi, dan berkomunikasi dengan orang lain, karena anak adalah makhluk sosial. Tentunya mereka pun bisa belajar dalam beberapa hal dari lingkungannya.
Pendidikan yang diberikan kepada anak senantiasa bersifat wholistic atau secara keseluruhan. Bukan hanya pendidikan akademis saja, melainkan juga yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan religiusitas yang sudah diberikan sejak dini. Harus disadari bahwa mereka adalah makhluk yang bertuhan, dan kesadaran ini akan dimiliki secara optimal oleh anak jika sudah dihabituasikan sejak usia dini.


C. Anak sebagai Potensi Bangsa
Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa anak bukanlah orang dewasa yang berbentuk mini. Cara berfikir mereka masih sangat sederhana, sehingga mereka membutuhkan bantuan orang dewasa dalam melalui proses pertumbuhan dan perkembangannya. Negara, masyarakat, dan terutama keluarga berkewajiban untuk memberikan apa yang menjadi hak bagi anak, karena mereka pun sudah menjadi bagian dari komunitas tersebut.
Sebuah Negara akan mengalami kemajuan bila memiliki orang-orang/SDM yang berkualitas. Hal itu akan sulit didapat bila masyarakatnya tidak mengedepankan pendidikan, terutama pendidikan sejak usia dini sebagai pondasi yang kokoh. Sebab tujuan akhir dari keberlangsungan proses pendidikan itu sendiri adalah menetaskan generasi bangsa sebagai makhluk individu atau manusia yang memiliki kompetensi yang unggul, manusia yang memiliki kepekaan sosial dan berwawasan global, serta manusia yang bermoral, berakhlaq mulia sebagai cerminan bahwa mereka adalah makhluk Tuhan.
1. Makhluk Individu
Setiap anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, agar kelak ia bisa menjadi individu yang berkompeten dan dapat dihandalkan. Ada banyak aspek dalam diri anak yang perlu untuk terus distimulasi dengan tepat dan bermakna, hal ini mengingat keberadaan anak yang masih dalam masa bermain. Sehingga potensi-potensi yang masih tersembunyi dapat teraktualisasikan menjadi ‘actual potency’. Aspek-aspek ataupun potensi dalam diri anak yang dimaksud adalah kecerdasan bahasa, logis-matematis, visual-spasial, kinesthetic, intrapersonal, social, musical, dan juga natural.
2. Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk yang selalu membutuhkan keberadaan orang lain di sekelilingnya, di manapun dan kapanpun mereka berada. Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain. Bahkan manusia pun akan lebih berarti bila ada orang lain yang berdampingan dengannya dalam menjalani kehidupan.
Oleh sebab itu sejak dini anak-anak harus selalu ditanamkan rasa kebersamaan, saling menghormati dan menghargai, tolong menolong, berbagi, serta kecerdasan sosial lainnya sehingga anak terbiasa memiliki rasa kepekaan social yang tinggi dan berdampak pada terbangunnya sebuah interaksi dan komunikasi yang positif.
Hal penting lain adalah bagaimana agar anak tidak hanya dapat bersosialisasi dengan baik, tetapi juga berwawasan global ataupun internasional. Sehingga para generasi bangsa ini diharapkan dapat berfikir lebih maju, kritis, terbuka, namun tetap berakar pada khazanah kebudayaan bangsa.
3. Makhluk Bertuhan
Kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam teori Maslow adalah kebutuhan estetis, yaitu kebutuhan akan rasa ketenangan, keindahan, serta kebutuhan dalam mengingat Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia hanyalah makhluk yang lemah, tidak memiliki daya dan kekuatan kecuali hanya dengan pertolongan dan kuasa Tuhan. Implementasi dari semua ini adalah dengan cara menjalankan segala yang diperintahkanNya dan menjauhi segala yang dilarang olehNya.
Kegiatan religiusitas yang diaktualisasikan pun tidak hanya tercermin dari aktivitas hubungan dengan Tuhan saja, melainkan dengan sikap-sikap yang terpuji dengan sesame manusia dalam kehidupan. Tentunya pengembangan kemampuan ini bukan hanya dengan mengajarkan teori ataupun dogmatis, tetapi dengan tauladan ataupun contoh dan pembiasaan sehari-hari.

D. Kebutuhan Anak sebagai Manusia
Manusia selain sebagai mahluk individu, sosial dan bertuhan, ia juga sebagai mahluk yang memiliki kebutuhan. Terlebih lagi jika kita ketahui bahwa kebutuhan manusia dari waktu ke waktu begitu dinamis, terus berubah dan semakin kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa manusia merupakan mahluk yang tidak statis seperti mesin. Lingkungan, kematangan dan factor belajar sangat berpengaruh terhadap hal ini. Beberapa kebutuhan manusia tersebut dijelaskan oleh Maslow dalam Hierarchy of Needs sebagai berikut:

1. Physiological needs / Kebutuhan Fisiologis
Pada umumnya kebutuhan manusia lebih besar pada kebutuhan sandang, pangan, dan papan untuk kelangsungan hidupnya. Untuk bertahan dalam hidup, manusia demikian pula dengan anak butuh untuk makan, minum, beristirahat, berpakaian, tempat tinggal dan kebutuhan fisik lainnya.
2. Safety needs / Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan manusia selanjutnya adalah perlindungan. Membutuhkan rasa aman baik dalam hokum adat, sosial, Negara dan beragama. Begitu juga dengan hak anak sebagai makhluk individu dan sosial, seperti rasa aman dalam berinteraksi, bermain, belajar, bekerja, bertetangga, di jalan, serta di manapun dan kapan pun manusia berada.
3. Needs for belonging and love / Kebutuhan kasih sayang dan memiliki
Setiap anak pasti membutuhkan rasa kasih sayang dan perhatian baik di dalam keluarga maupun di sekolah. Selain itu anak juga memiliki kebutuhan untuk memberikan kasih sayang dan perhatiannya bagi orang lain, seperti orang tua, kakak-adik, teman, dan juga guru. Semakin besar timbal balik kasih sayang yang didapat dan diberikan anak maka semakin besar pula rasa memiliki yang ada pada diri anak, termasuk kepada benda-benda atau mainan yang dimilikinya.
4. Esteem needs / Kebutuhan memperoleh penghargaan
Penghargaan dari orang lain memberikan semangat atau motivasi bagi seseorang. Sebagaimana pentingnya reword yang dibutuhkan oleh anak. Sekecil apapun penghargaan yang diberikan kepada anak seringkali berdampak positif bagi perkembangan anak di kemudian hari.
5. Needs to know and Understand / Kebutuhan mengetahui dan mengerti
Anak berada dalam masa eksplorasi dan imajinasi, rasa ingin tahunya begitu besar. Sering kali kita temukan anak-anak yang banyak bertanya, memanipulasikan benda-benda, mainan, ataupun bereksplorasi dengan lingkungannya. Itu semua didasari oleh keingintahuan yang besar sehingga memperoleh jawaban dan pemahaman.
6. Aesthetics needs / Kebutuhan estetis
Kebutuhan lain pada diri manusia adalah pemenuhan rasa keindahan, estetika, berfikir dengan tidak harus terikat dengan nilai-nilai normative. Bagaimana seorang anak manusia mengembangkan rasa, kreativitas, dan bebas mengekspresikan diri dengan sudut pandang keindahan yang mereka miliki.
7. Self Actualization needs / Kebutuhan aktualisasi diri
Sejak dini anak harus selalu dibiasakan untuk mengerti harga diri, mengenal kelebihan dan kekurangan pada dirinya. Karena ini akan mempengaruhi cara seseorang dalam mengeaktualisasikan dirinya di manapun dan kapanpun mereka berada. Mereka harus diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri dengan berbagai apresiasi sejak mereka masih di usia dini. Dengan demikian anak akan terbiasa memiliki konsep diri yang positif hingga ia dewasa.
8. Transcendence needs
Kebutuhan tertinggi pada diri manusia adalah pemenuhan rasa kedekatan dengan Tuhan. Beribadah, berbuat baik, menghindari keburukan adalah bentuk aktualisasi manusia untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Ada kebahagiaan tersendiri dalam diri manusia ketika mulai dapat menikmati segala aktivitas religi yang dilakukannya. Tentunya kebutuhan inipun harus dihabituasikan sejak di usia dini.

Kompetensi Guru PAUD

A. Pengertian Kompetensi
Ada beberapa pengertian tentang kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Kompetensi dapat diartikan semua karakter yang bisa meramalkan keberhasilan seseorang. Ada juga yang mengartikan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang berkesesuaian dengan bidang kerja, di dalamnya bisa termuat pengetahuan, keterampilan, sifat, sikap/attitude, dan sebagainya.
Dalam UU nomor 14 tahun 2005, disebutkan pada pasal 1 ayat 10 tentang kompetensi seorang guru yaitu seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Jika seorang guru ingin mencapai sebuah keberhasilan, maka ada beberapa kemampuan yang sepatutnya dimiliki oleh setiap guru yang sudah tentu berkesesuaian dengan bidang kerjanya. Berikut akan dijelaskan tentang kualifikasi akademik dan beberapa kompetensi utama tersebut.

B. Jenis-jenis Kompetensi Guru
1. Penguasaan Kompetensi Personal/Kepribadian

Kompetensi yang berkaitan dengan terbangunnya konsep diri positif pada diri seorang guru sehingga bisa menjadi model ataupun contoh yang baik bagi anak didiknya. Seperti sifat terpuji, cara berbicara, berpakaian, dan sebagainya. Dapat pula kita sebutkan sebagai pengembangan attitude.
Banyak ahli yang sependapat bahwa attitude sering kali lebih berperan dalam pencapaian kesuksesan seseorang di bidangnya. Karena kecerdasan, kemampuan, wawasan, keterampilan atau keahlian seseorang tidak menjadi berarti apabila individu tersebut tidak memiliki sikap/attitude yang baik.
Selain pengembangan sikap terpuji dan yang patut ditauladani, seorang guru juga perlu untuk memiliki konsep diri yang positif. Mengetahui kekuatan/keunggulan serta kekurangan pada dirinya. Penilaian secara objektif terhadap diri sendiri akan memberikan dampak positif bagi pengembangan konsep diri seseorang.
Mengenali keunggulan dalam diri kita secara jujur dan objektif bukan berarti harus dikatakan ‘menyombongkan’ diri, tetapi sebaiknya bisa berdampak pada peningkatan rasa syukur kita atas karunia Tuhan yang diberikan kepada kita. Demikian sebaliknya, bila kita memahami segala kekurangan pada diri sendiri, bukan berarti menjadi individu yang rendah diri melainkan berbuat banyak hal sehingga bisa meminimalisir segala kekurangan.
Terkait dengan hal tersebut, berikut akan digambarkan cara seseorang dalam mengenali diri berdasarkan teori Jo dan Hari dalam “Johari Window”:

Keterangan:
Garis horizontal merupakan garis yang menunjukkan cara seseorang (kita) mengenali dirinya
Ke arah kanan dimaknai bahwa seseorang mengenali dirinya secara positif, sedangkan ke kiri menunjukkan bahwa orang tersebut tidak dapat mengenali dirinya sendiri
Garis vertikal merupakan garis yang menunjukkan cara orang lain mengenal diri kita
Ke arah atas dapat berarti bahwa orang lain mengenal diri kita secara positif, sedangkan ke arah bawah menunjukkan bahwa orang lain tidak mengenal diri kita dengan baik
Cara kita ataupun orang lain mengenal diri kita dapat berlangsung dalam berbagai hal, seperti kondisi fisik, sifat, sikap, kebiasaan, karakter, potensi, kemampuan akademis atau lainnya.
Kuadran I disebut juga sebagai “Cermin” di mana diri kita maupun orang lain mampu mengenali diri kita secara positif.
Kuadran II disebut juga sebagai “Tabir” di mana kita mengenali diri kita secara positif namun orang lain tidak mengetahuinya.
Kuadran III disebut juga sebagai “Shadow” yaitu suatu keadaan di mana kita sangat tidak mengenali diri kita namun justru orang lain dapat mengetahuinya.
Kuadran IV merupakan kuadran “Hidden” karena baik kita maupun orang lain tidak dapat mengenali atau mengetahui potensi maupun hal lain dalam diri kita.

Kepercayaan diri (Self Esteem) seseorang dapat terbagi menjadi dua, yaitu Self Esteem yang positif dan juga negatif. Dikatakan positif bila seseorang tahu kelebihan/kekuatan dan sadar atas kekurangannya secara proporsional. Bisa dikatakan negatif jika seseorang merasa rendah diri atas segala kekurangan, ataupun merasa sangat percaya diri atas segala keunggulan yang ada pada dirinya. Namun akan menjadi negatif pula bila seseorang tidak mengenali atau tidak peduli dengan kekurangan ataupun keunggulan dalam dirinya.
Seseorang yang memiliki konsep diri yang baik juga selalu memiliki motivasi yang tinggi, tidak mudah berputus asa dan tidak biasa bergantung ataupun menyalahkan orang lain. Berkaitan dengan profesi Kependidikan, maka guru dapat terus meningkatkan motivasi pada dirinya sehingga bisa berdampak positif pula bagi peserta didik.
Dari beberapa uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa guru sebagai orang tua kedua bagi anak dan sebagai model di sekolah bisa mewujudkan berbagai macam sikap yang patut dicontoh anak didiknya. Menjaga tutur kata agar tetap santun, jujur, selalu menolong, disiplin, bersahaja, taat beribadah, mencontohkan perilaku yang baik dalam kegiatan sehari-hari, memperlihatkan cara duduk, cara makan, cara merapikan kelas, dan masih banyak lagi.

2. Penguasaan Kompetensi Sosial
Ini adalah kemampuan guru dalam menjalin hubungan yang sehat, baik dengan rekan kerja, orangtua murid, maupun relasi yang terkait. Serta kompetensi dalam memberikan service exellent bagi orangtua muridnya. Masih dalam kompetensi sosial, kompetensi ini juga membiasakan agar para guru dapat membangun kerja sama yang efektif, saling bekerja sama, dan ringan tangan bila ada yang membutuhkan.
Sebagai seorang guru penting juga untuk menerapkan hal-hal seperti ini di dalam lingkungan kerja. Selain itu bisa juga dengan melatih kemampuan leadership atau kepemimpinan. Sehingga cara berfikirnya pun tidak lagi individu tetapi untuk kepentingan bersama. Lebih mengutamakan kerja sama (team work) dari pada bekerja secara menyendiri.
Dalam pengembangan kompetensi sosial biasanya erat pula kaitannya dengan ‘team work’. Sebab seorang guru juga bekerja dalam sekumpulan individu yang memiliki perbedaan emosi, sosial, dan berbagai kebutuhan manusia yang satu sama lain saling berinteraksi dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan bersama dalam suatu wadah tertentu. Dua dimensi yang harus diperhatikan dalam membangun sebuah team work adalah yang pertama tugas yang harus diemban, dan yang kedua adalah faktor-faktor sosial.
Tentunya kondisi yang diharapkan adalah bernilai positif pada refleksi penyelesaian tugas secara maksimal namun kondisi kerja pun tidak kaku, lebih fleksibel, dan satu dengan yang lain saling menjalin interaksi. Berikut akan digambarkan 4 bentuk Tim Kerja berdasarkan kinerja dan kesolidan anggota:

Keterangan:
Garis vertikal merupakan gambaran tingkat produktivitas kerja. Ke arah atas dimaknai produktivitas yang tinggi, sedangkan ke bawah dapat diartikan produktivitas yang rendah.
Garis horizontal adalah gambaran soliditas antar anggota dalam tim. Arah kanan menunjukkan kerjasama ataupun kedekatan antar anggota tim yang positif, sedangkan arah kiri bermakna bahwa kesolidan tim lemah.
Bentuk tim di kuadran I disebut juga sebagai “Dream Team” karena tingkat kerja sama dan produktivitas kerja terlihat optimal.
Pada kuadran II dikenal dengan istilah “Happines Team” di mana tingkat kedekatan antar anggota tim sangat positif tetapi produktivitas menurun.
Berikutnya adalah kuadran III disebut sebagai “Frozen Team” atau tim yang kaku, dalam kondisi yang individual antar anggota namun menghasilkan produktivitas yang baik.
Sedangkan kuadran IV adalah tim yang terpuruk atau diistilahkan sebagai “Hopeless Team”, karena aspek produktivitas dan kerjasama tim dalam kondisi yang sama buruknya.
Dalam membahas kerja tim atau “Team Work”, maka ada baiknya membahas pula tentang tipe individu yang berada dalam sebuah tim. Dengan mengenal karakter individu di dalam tim maka dapat mempengaruhi kerjasama dan keunggulan dalam tim tersebut. Di bawah ini akan dijelaskan empat karakter dominan dalam sebuah tim berdasarkan refleksi kemampuan akademis dan attitude/sikap:
- Pertama adalah karakter “STAR” atau sebutan untuk mereka yang dapat menunjukkan kinerja dan produktivitas yang tinggi, kompetensi akademik yang unggul namun tetap memiliki sikap atau perilaku yang baik.
Karakteristik:
a. Memiliki ide, konsep, maupun skill yang baik
b. Antusiasme yang tinggi terhadap kesuksesan bersama
c. Senang memberi bantuan kepada orang lain
d. Bekerja dan berpikir dengan ikhlas
e. Jujur dan dapat dipercaya
f. Senang bekerja secara individu maupun dalam tim
g. Berusaha memberikan yang terbaik bagi tim

- Kedua adalah karakter “VIRUS” yaitu gambaran bagi beberapa pegawai/karyawan maupun guru yang memiliki kemampuan akademis yang cukup baik bahkan potensial, namun sayangnya tidak dibarengi dengan sikap yang baik.
Karakteristik:
a. Kemampuan akademis atau pengalaman kerja yang memadai
b. Ingin selalu diakui keberadaan, kemampuan, dan eksistensinya
c. Senang melihat orang lain susah, dan susah melihat orang lain senang
d. Ingin lebih dari orang lain
e. Nyaman bekerja secara individu
f. Senang mempengaruhi orang lain untuk tidak menyukai karyawan yang lain
g. Merusak sistem atau membuat lembaga dan tim semakin terpuruk

- Ketiga untuk karakter “NEW COMER” atau orang baru dalam tim. Sebagai orang baru, biasanya individu ini menunjukkan perilaku yang kooperatif, ramah, dan berusaha masuk dan nyaman dalam tim. Pendatang baru bisa diartikan sebagai tenaga baru yang belum berpengalaman, tapi dapat pula diartikan sebagai pegawai yang baru dipindahkan atau baru terlibat namun sudah berada pada posisi pimpinan atau tenaga ahli. Dalam hal ini pendatang baru yang dimaksud adalah mereka yang belum berpengalaman.


Karakteristik:
a. Biasanya berusia lebih muda di antara yang lain
b. Minim pengalaman dan baru saja lulus kuliah atau sedang magang
c. Pengetahuan terbatas pada segala yang didapat dari perkuliahan
d. Belum banyak memberi kontribusi dalam tim
e. Tidak menunjukkan dominasi dalam bekerja
f. Senang dilibatkan atau diberi tanggung jawab
g. Berusaha membaca situasi dalam tim

- Keempat disebut juga sebagai “DEAD WOOD” yakni karakter karyawan/pegawai atau guru yang tidak memiliki kemampuan secara memadai baik dari segi akademis maupun skill. Diperparah pula dengan perilaku atau sikap yang buruk.
Karakteristik:
a. Umumnya sudah memiliki pengalaman yang panjang
b. Merasa bahwa dia yang paling tahu/mengerti
c. Tidak mau membuka diri pada informasi baru ataupun masukan dari orang lain
d. Menganggap orang lain selalu salah atau tidak berarti
e. Tidak mampu mengemban tugas yang diberikan kepadanya dengan baik, bahkan cenderung tidak bertanggung jawab

3. Penguasaan Kompetensi Profesional
Yaitu kompetensi yang berhubungan dengan optimalisasi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan. Melalui proses KBM beserta unsur-unsur yang terkait di dalamnya. UU nomor 14 tahun 2005 menjelaskan secara terperinci terkait dengan prinsip profesionalitas guru yang termaktub di dalam pasal 7 yang berbunyi ‘Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia
memiliki kualifiksi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Dalam mengukur profesionalisme kerja seorang guru bisa juga dilihat dari kemampuannya mengembangkan bidang keilmuannya, bila dirumuskan lebih terperinci maka pemetaan kompetensi professional akan menjadi:
- Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
- Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
- Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
- Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
- Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

4. Penguasaan Kompetensi Pedagogik
Penguasaan ketiga kompetensi di atas akan semakin optimal jika diiringi pula dengan kompetensi pedagogik. Terlebih lagi pada pendidikan anak usia dini di mana guru banyak membutuhkan keterampilan yang aplikatif dalam berinteraksi dengan anak. Ini bukanlah perkara yang mudah, dibutuhkan sebuah komitmen, kesungguhan, pemahaman, latihan serta yang tak kalah pentingnya adalah kepekaan hati dalam melaksanakannya.
Dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar, kompetensi pedagogik sangat memiliki peran yang besar. Hampir dapat dipastikan keberhasilan seorang guru dalam menjalankan proses pembelajaran banyak dipengaruhi oleh kompetensi pedagogik mereka. Jika diuraikan lebih rinci, beberapa hal yang termasuk dalam kompetensi ini adalah sebagai berikut:
- Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
- Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
- Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
- Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik
- Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
- Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
- Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
- Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
- Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
- Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Peran Guru dalam Pembelajaran

1. Guru sebagai demonstrator
Dalam memberikan pelajaran atau saat mengembangkan materi kepada anak didik, salah satu kemampuan yang dituntut kepada seorang guru adalah bagaimana mengoptimalkan media ataupun alat peraga yang ada di sekitar anak secara maksimal. Terlebih pada pendidikan anak usia dini yang masih berada dalam tahap operasional kongkrit. Baik kegiatan itu dilaksanakan di dalam maupun di luar kelas.
Tentunya cara guru mendemonstrasikan media dalam pembelajaran akan sangat mempengaruhi minat dan pemahaman anak didik terhadap materi yang sedang dijelaskan. Namun perlu juga diingat bahwa demonstrasi yang dilakukan guru hanya sebagai salah satu bentuk stimulasi, karena penguasaan materi akan sangat berarti bila mereka sendiri yang menemukannya.

2. Guru sebagai pengelola kelas
Mengelola kelas tidaklah sebatas pada segala sesuatu yang bersifat fisik, seperti penataan tempat duduk, lemari, locker, display kelas ataupun penataan sudut/area pengembangan. Tidak kalah pentingnya juga diharapkan untuk dapat mengkondisikan suasana kelas yang nyaman, menyenangkan dan memberikan stimulasi positif bagi perkembangan anak didik.
Menentukan kapan anak duduk di karpet atau di kursi, membagi kelompok tugas, atau kapan harus membawa anak ke luar kelas adalah termasuk kedalam kemampuan mengelola kelas non fisik.

3. Guru sebagai mediator; perantara
Di dalam sekolah atau di dalam lembaga pendidikan prasekolah, guru berperan atau diamanatkan untuk menjadi pengganti orang tua. Dengan demikian guru perlu banyak menyaring berbagai aspirasi atau harapan orang tua yang kemudian diselaraskan dengan apa yang menjadi visi ataupun idealisme sekolah yang bersangkutan.
Selain sebagai mediator bagi orang tua dan pihak sekolah, guru pun sangat diharapkan agar bisa menjadi ‘penengah’ di antara sekian banyak keinginan yang muncul di dalam kelas. Dengan kata lain, guru sangat berperan sebagai ‘penyejuk’ ketika terjadi konflik di antara para siswa.

4. Guru sebagai fasilitator
System dan pola pendidikan yang dibangun pada saat ini sangatlah berbeda dengan yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu, di mana guru sangat berperan penuh dalam memberikan materi pembelajaran. Di saat sekarang proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher center), malainkan sangat memberi kesempatan kepada anak didik untuk lebih bereksplorasi, mencoba, mencari dan menemukan suatu pemahaman yang diharapkan dari proses belajar tersebut atau berorientasi pada keaktivan anak (children center). Oleh karenanya guru harus banyak memfasilitasi berbagai media, sumber belajar dan lingkungan yang kondusif selama proses belajar pendidikan berlangsung.

5. Guru sebagai evaluator
Setiap guru memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan kegiatan evaluasi. Terhadap perkembangan anak didik, proses belajar mengajar, program kegiatan, dan yang juga tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk mengevaluasi diri. Dengan melakukan evaluasi guru menjadi tahu dan bisa lebih memahami kekurangan dan kelebihan yang dirasakan selama proses belajar mengajar berlangsung, dan harapannya adalah agar guru dapat mempersiapkan tindak lanjut untuk masa yang akan datang dari apa yang sudah dievaluasinya.